Sleman - Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) mengukuhkan Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Prof. Gregoria Arum Yudarwati, S.I.P., M.Mktg.Comm., Ph.D. dalam Sidang Terbuka Senat Akademik Universitas (SAU). Sidang pengukuhan dihadiri oleh sejumlah tamu penting, salah satunya Prof. Anne Gregory, Ph.D., dari Universitas Huddersfield, Inggris. Acara ini berlangsung di hall lantai 3 Student Center gedung Slamet Rijadi kampus 2 UAJY di Jalan Babarsari No.44, Janti, Caturtunggal, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kamis (5/12/2024).
Rektor UAJY Dr. G. Sri Nurhartanto, S.H., LL.M. menyampaikan selamat atas pencapaian Prof. Arum sebagai guru besar pertama di FISIP UAJY. "Bertambahnya jumlah guru besar akan memperkuat langkah akademik UAJY yang telah meraih predikat akreditasi Unggul, " ujarnya.
Rektor memberikan apresiasi tinggi atas pengukuhan Prof. Arum sebagai Guru Besar. Dia berharap pemikiran dan penelitiannya dapat memberikan kontribusi positif bagi pengembangan teori public relations (PR) atau hubungan masyarakat (humas) yang lebih inklusif dan relevan secara lokal.
Rektor mengharapkan, dengan pengukuhan ini, Prof. Arum terus memperkaya dunia akademik, khususnya dalam bidang komunikasi. Perspektif yang diusungnya diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam dan relevan dengan kondisi masyarakat Indonesia.
"Kami harap Prof. Arum dapat menjadi lokomotif bagi gerakan akademik di FISIP UAJY, terutama dalam mendukung rekan-rekan muda dan mengembangkan program doktoral (S-3), " tambahnya.
Inklusivitas: Perspektif Baru Dalam Public Relations
Dalam pidato pengukuhannya yang berjudul 'Public Relations: Mendengarkan dan Memberdayakan Komunitas Global South', Prof. Arum memperkenalkan perspektif baru yang menekankan pentingnya inklusivitas dalam praktik PR. Menurut dia, PR bukan sekadar alat komunikasi organisasi, melainkan fungsi yang mampu memberdayakan berbagai pihak sebagai subjek dalam membangun realitas sosial.
Prof. Arum menegaskan bahwa praktik PR harus dapat diterapkan dalam berbagai lapisan masyarakat, termasuk di pedesaan. "PR seharusnya bisa diterapkan dalam berbagai lapisan masyarakat, bahkan di pedesaan, " kata dosen program studi (prodi) Ilmu Komunikasi (Ilkom) FISIP UAJY ini..
Paradigma ini bertujuan untuk memperluas jangkauan PR sehingga tidak hanya terbatas pada organisasi besar atau perusahaan, tetapi juga menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, seperti mendukung kegiatan petani dan komunitas kecil lainnya.
Lebih lanjut, Prof. Arum menjelaskan bahwa PR adalah sebuah konstruksi sosial dan budaya yang memerlukan inklusivitas untuk menciptakan hubungan yang berdaya guna.
Dalam pandangan Prof. Arum, dengan menggunakan pendekatan ini, PR mampu menjadi medium yang mendukung dialog dan kolaborasi yang bermakna. "PR tidak hanya bertujuan membangun reputasi organisasi, tetapi juga membentuk relasi harmonis. Hal ini membutuhkan kepekaan, kemauan dan kemampuan untuk mendengarkan 'the other voices', " ungkapnya..
Sudut pandang ini menunjukkan bahwa PR dapat berkontribusi pada pemberdayaan komunitas dan penguatan hubungan antar pihak dalam berbagai konteks. "PR itu sebuah proses, bukan sekadar fungsi organisasi yang berfokus pada kepentingan perusahaan saja, " ucapnya.
Dengan perspektif baru ini, Prof. Arum mengajak para praktisi humas untuk melihat PR sebagai alat transformasi sosial yang inklusif. Cara pandang ini tidak hanya meningkatkan reputasi organisasi, tetapi juga memperkuat ikatan sosial yang harmonis, terutama di komunitas-komunitas yang selama ini kurang mendapat perhatian.
"Perspektif baru ini memberikan arah baru bagi dunia PR untuk lebih inklusif dan relevan dengan tantangan masyarakat global saat ini, " imbuhnya.
Perspektif Lokal: Kritik Terhadap Dominasi Teori Barat
Dalam orasi pengukuhannya, Prof. Arum mengkritik dominasi PR dari negara-negara Global North, terutama Amerika Serikat dan Eropa Barat. Menurut dia, teori-teori ini sering kali mengabaikan konteks sosial dan budaya negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, yang memiliki karakteristik unik.
Hal ini menunjukkan perlunya pendekatan yang lebih kontekstual dan relevan dengan realitas lokal. "Banyak teori PR yang hanya relevan di negara-negara Barat. Di Indonesia, kita menghadapi kondisi sosial, politik dan budaya yang sangat berbeda, " kata dia.
Prof. Arum menyerukan kepada akademisi dan praktisi PR di Indonesia untuk mulai mengembangkan teori-teori yang mencerminkan nilai-nilai dan kebutuhan masyarakat lokal. Menurut dia, keberhasilan PR tidak hanya ditentukan oleh penerapan teori Barat, tetapi juga oleh pemahaman mendalam terhadap masyarakat tempat teori tersebut diterapkan.
Dengan begitu, Indonesia tidak hanya menjadi pengikut teori Barat, tetapi juga menjadi kontributor aktif dalam pengembangan ilmu PR secara global. "Kita perlu menciptakan teori yang berakar pada pengalaman dan dinamika lokal, " jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Prof. Arum juga memberikan masukan terhadap kurikulum PR di perguruan tinggi Indonesia yang seringkali hanya berfokus pada sejarah dan praktik PR di Amerika atau Eropa. Dia menyoroti kurangnya perhatian terhadap teori dan praktik PR dari negara berkembang.
"Kajian kita cenderung terpusat pada pengalaman Global North. Ini ironis, mengingat konteks kita jauh berbeda. Sudah saatnya kita menggali lebih dalam potensi dan tantangan yang ada di negara berkembang, " urainya.
Sebagai langkah konkret, Prof. Arum mendorong kolaborasi antara akademisi, praktisi dan mahasiswa untuk melakukan riset yang berbasis pada isu-isu lokal. Dengan cara ini, diharapkan akan lahir teori-teori baru yang tidak hanya relevan bagi Indonesia, tetapi juga memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu PR secara global.
Prof. Arum menyoroti dominasi teori Barat dalam dunia PR bukanlah hal yang tak tergantikan. Dengan mengedepankan perspektif lokal, Indonesia memiliki peluang besar untuk menciptakan perubahan yang signifikan dalam lanskap ilmu PR. "Ini adalah tantangan sekaligus peluang bagi generasi penerus dalam bidang komunikasi dan PR di Indonesia, " terangnya.
Refleksi Perjalanan dan Peluncuran Buku
Prof. Arum merefleksikan perjalanan akademiknya dalam empat kata yang menjadi tema acara, yaitu love, wisdom, peace dan harmony. Sebagai bagian dari acara, Prof. Arum bersama Prof. Anne meluncurkan buku bertajuk 'Strategic Participatory Communication and Development Engagement and Empowerment', yang kemudian diserahkan kepada Rektor UAJY.
Acara pengukuhan semakin semarak dengan penampilan Paduan Suara Mahasiswa (PSM) UAJY yang membawakan dua lagu, 'Yang Terbaik Bagimu' dari Ada Band dan Gita Gutawa serta 'The Prayer' yang dipopulerkan oleh Andrea Bocelli dan Céline Dion.
Acara ini turut dihadiri oleh jajaran Rektorat UAJY, pengurus Yayasan Slamet Rijadi Yogyakarta, sivitas akademika, alumni, mahasiswa, relasi dan para guru besar dari berbagai universitas di Indonesia. Kehadiran mereka menjadi wujud dukungan atas pencapaian penting dalam sejarah FISIP UAJY.